Langsung ke konten utama

Apa yang Dimaksud dengan Politik Devide et Impera? Bagaimana Praktiknya?

Tahukah kamu, apa yang dimaksud politik devide et impera? Bagaimana praktiknya yang dilakukan VOC, sehingga daerah kekuasaan VOC bertambah luas. Jelaskan secara logis dan sistematis!

Pertanyaan di atas merupakan salah satu pertanyaan yang muncul pada mata pelajaran Sejarah Indonesia kelas 11, dengan pokok materi yakni Kekuasaan Kongsi Dagang VOC.

Politik Devide et Impera

Pada kesempatan ini, Owpike akan berbagi jawaban terkait pertanyaan tersebut, tentunya secara sistematis dan logis.

Dari kutipan pertanyaan tersebut, kita dapat mengurainya menjadi 3 bagian. Simak baik-baik

Tahukah kamu, apa yang dimaksud politik devide et Impera?

Politik devide et impera secara bahasa berarti politik pecah belah. Divide et impera berasal dari bahasa latin yang berarti bagi dan atur. Di dalam politik dan sosiologi, devide et impera (tulisan latin yang benar: divide et impera) merupakan suatu cara untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan dengan memecah konsentrasi kekuasaan yang lebih besar menjadi bagian-bagian kecil atau individu sehingga memiliki kekuatan lebih kecil dan mudah untuk dikuasai.

Bagaimana praktiknya yang dilakukan oleh VOC, sehingga daerah kekuasaan VOC bertambah luas?

Dalam praktiknya, strategi politik pecah belah yang dilakukan oleh VOC di mulai dengan mengadu domba antara dua atau lebih pihak dalam satu kekuasaan. Pihak-pihak ini tentunya memiliki pengaruh yang besar, sehingga saat diadu domba, akan terjadi perpecahan. Saat kedua pihak mengalami keretakan, VOC akan melakukan tipu daya, seperti berpura-pura membantu salah satu pihak, dan pada akhirnya akan menguasainya.

Sebagai informasi tambahan, contoh praktik politik devide et impera yang dilakukan oleh VOC, yakni peristiwa Perjanjian Bongaya. VOC menjalin hubungan baik dengan seorang tokoh yakni Pangeran Bugis dari Bone yang bernama Arung Palaka. Perlu teman-teman ketahui wilayah Palakka saat itu berada dibawah kekuasaan kerajaan Gowa, dan memiliki hubungan yang baik dengan kerajaan Gowa sendiri.

Setelah mendapat dukungan Arung Palaka, pimpinan VOC, Gubernur Jenderal Maetsuyker memutuskan untuk menyerang Gowa. Dikirimlah pasukan ekspedisi yang berkekuatan 21 kapal dengan mengangkut 600 orang tentara. Mereka terdiri atas tentara VOC, orang-orang Ambon, dan orang-orang Bugis Bone yang di pimpin oleh Arunh Palaka. Tanggal 7 Juli 1667, meletus Perang Gowa. Tentara VOC dipimpin oleh Cornelis Janszoon Spelman, diperkuat oleh pengikut Aru Palaka dan ditambah orang-orang Ambon di bawah pimpinan Jonker van Manipa.

Kekuatan VOC ini menyerang pasukan Gowa dari berbagai penjuru. Beberapa serangan VOC berhasil ditahan pasukan Hasanuddin. Tetapi dengan pasukan gabungan disertai peralatan senjata yang lebih lengkap, VOC berhasil mendesak pasukan Hasanuddin. Benteng pertahanan tentara Gowa di Barombang dapat diduduki oleh pasukan Aru Palaka. Hal ini menandai kemenangan pihak VOC atas kerajaan Gowa. Hasanuddin kemudian dipaksa untuk menandatangani Perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November.

Sebagai kesimpulan, politik divide et impera dapat di sebut sebagai praktik politik 'haram', yang banyak dilakukan oleh bangsa-bangsa penjajah untuk menguasai wilayah jajahannya. Akhir kata, sebagai siswa hendaklah kita mengambil pelajaran dari kasus politik divide et impera ini, bahwa sebagai bangsa yang cukup beragam latar belakangnya, kita selalu harus membangun persatuan yang kuat, agar politik-politik seperti ini tidak akan terulang. Terima kasih, Owpike pamit

Postingan Populer